KUNJUNGI WEBSITE KAMI YANG BARU, JURNAL POLITIK ONLINE DI JURNAL-POLITIK.CO.CC

Politik Media dan Media Politik

Wednesday, January 28, 2009

oleh: Jerry Indrawan*

Tahun 1976, perebutan kursi presiden di negeri Uncle Sam Amerika Serikat sebelum dilaksanakan pemilu tampaknya akan dimenangkan oleh Gerald Ford. Salah satu uji publik yang ada di Amerika untuk para calon presiden adalah melalui mekanisme debat publik yang selalu ditayangkan secara nasional. Sebelum The Great Debates antara Ford dan lawannya Jimmy Carter, Ford masih memimpin 11 persen dalam polling antar capres tersebut. Tetapi setelah debat, keadaannya jauh berbalik. Carter unggul jauh 45 persen dibanding Ford.

Enam belas tahun sebelumnya, untuk pertama kali di Amerika Serikat ditayangkan acara The Great Debates, yang kala itu antara John F. Kennedy dan Richard Nixon. Di sini kita akan melihat secara lebih konkret bagaimana peran media dalam mempengaruhi sikap politik publik AS. Dengan penampilan yang begitu tenang dan berwibawa, serta mampu mengartikulasikan programnya secara tepat, membuatnya unggul dalam persaingan dan akhirnya terpilih sebagai presiden.

Contoh lain yang tidak usah terlalu jauh adalah saat pemilu presiden secara langsung di Indonesia tahun 2004 kemarin. Dalam polling yang diadakan hampir di seluruh media elektronik di nusantara ini, pasangan calon dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla mendominasi setiap polling yang hampir setiap saat ditayangkan dalam running text di setiap stasiun televisi di Indonesia. Entah apa pengaruhnya bagi sikap politik rakyat Indonesia, yang menonton televisi tentunya, akhirnya toh pasangan SBY-JK yang akhirnya memenangi pemilu. Apakah rakyat Indonesia, yang beberapa memang belum tercerdaskan secara politik, memang mencari seorang figur baru yang dianggap lebih demokratis daripada figur-figur sebelumnya atau ada sebuah rekayasa politik dalam display polling-polling tersebut dalam media televisi untuk mentendensikan opini masyarakat kepada pasangan calon yang terus memimpin tadi.

Gambaran di atas menunjukkan betapa powerful-nya kekuatan media massa, khususnya televisi, sangat berpengaruh terhadap pembentukkan opini publik dan juga prilaku politik masyarakat kita. Pengaruh itu juga dapat merubah pola pikir dan keputusan yang akan diambil, serta opini publik. Saya pernah mengikuti sebuah pelatihan yang mana pembicaranya berbicara masalah social politics engineering, dalam konteks peranan media. Ia mengatakan bahwa pemberitaan suatu media bukan lagi pemberitaan yang didasarkan atas realita melainkan konstruksi atas realita. Apa maksudnya? Pemberitaan oleh media-media zaman sekarang ini sudah tidak lagi didasarkan oleh sebuah fakta akan sebuah peristiwa tapi didasarkan pada kepentingan atau interest dari oknum tertentu yang ingin mengarahkan si subjek ke arah apapun yang ingin ia bawa.

Media telah memainkan peran sebagai second hand reality, realitas kedua yang biasanya memang bersifat sangat tendensius. Media juga telah menjadi guru dan menuntun kita untuk untuk mendefinisikan situasi sesuai dengan sajiannya. Dan anehnya pun kita berlaku seperti murid yang baik, dalam mengambil keputusan kita tidak lagi mendasarkan pada realitas sesungguhnya, tapi pada makna yang diberikan oleh media tersebut. Di sini terlihat jelas bahwa media sesungguhnya adalah sebuah konstruksi atas realita.

Media televisi di Indonesia walaupun masih relatif muda, telah ikut memainkan peran yang cukup berarti dalam percaturan politik di negeri kita ini. Dulu sebelum reformasi, televisi dijadikan tunggangan pemerintah untuk melakukan indoktrinasi, ancaman dan pembelokan fakta. Alhasil televisi hanya menjadi corong pemerintah untuk menyampaikan pesan yang sesuai dengan keinginan pemerintah. Walau demikian, sama saja maknanya, televisi memiliki kekuatan untuk merubah perilaku masyarakat. Pada masa reformasi hiruk pikuk gerakan mahasiswa menuntut reformasi, televisi kembali memainkan peran strategis dalam mempercepat proses dan menggalang dukungan masyarakat. Hingga akhirnya gerakan reformasi tidak hanya terjadi di Ibukota saja, tetapi masuk ke seluruh pelosok tanah air. Di masa mendatang saya melihat bahwa media akan lebih capable dalam memainkan peranannya, terutama di bidang politik. Media akan lebih dapat leluasa menggiring dan membentuk opini masyarakat. Hal ini sah-sah saja karena salah satu peran media adalah sarana mempengaruhi opini masyarakat. Sekarang di mana peran kita sebagai mahasiswa? Adalah di mana kita tetap berpikir kritis, dan melandaskan segala informasi yang kita terima atas dasar moral dan intelektual kita sebagai generasi-generasi penerus bangsa.

* Mahasiswa Ilmu Politik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta

KLIK DI SINI untuk mendownload file asli dari artikel ini.

0 Comments: