KUNJUNGI WEBSITE KAMI YANG BARU, JURNAL POLITIK ONLINE DI JURNAL-POLITIK.CO.CC

Pemikiran Plato dan Aristoteles tentang Negara

Thursday, September 24, 2009

Oleh: Jerry Indrawan*

Baik Plato maupun Aristoteles adalah anak peradaban Yunani klasik. Mereka lahir dan dibesarkan dalam suatu peradaban yang dikenal sebagai salah satu pilar peradaban Barat dewasa ini. Menurut Plato, negara ideal menganut prinsip mementingkan kebajikan. Kebajikan, menurut Plato adalah pengetahuan. Atas dasar itulah Plato melihat pentingnya lembaga pendidikan bagi kehidupan kenegaraan. Plato menilai negara yang mengabaikan prinsip kebajikan jauh dari negara yang didambakan manusia. Mereka yang berhak menjadi penguasa hanyalah mereka yang mengerti sepenuhnya prinsip kebajikan ini. Plato menyebut negarawan seperti itu seorang raja-filsuf. Raja-filsuf harus memahami berbagai gejala penyakit masyarakat, mendeteksinya sejak dini, dan mencari cara menyembuhkannya. Pengetahuan, dengan demikian menjadi keharusan dan syarat utama seorang negarawan.

Hubungan timbal balik dan pembagian kerja secara sosial merupakan prinsip pokok kenegaraan lain. Plato beranggapan munculnya negara karena adanya hubungan timbal balik dan rasa saling membutuhkan antara sesama manusia. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia membutuhkan orang lain. Ini memungkinkan terjadinya hubungan tukar-menukar dalam kehidupan sosial manusia. Negara dalam hal ini berkewajiban memperhatikan penukaran timbal balik dan harus berusaha agar semua kebutuhan masyarakat terpenuhi sebaik-baiknya.

Negara ideal Plato juga didasarkan prinsip larangan atas pemilikan pribadi, baik dalam bentuk uang, harta, keluarga, anak, dan istri. Menurut Plato, dengan hak atas kepemilikan pribadi akan tercipta kecemburuan dan kesenjangan sosial dan menjadikan setiap orang berusaha menumpuk kekayaan pribadi tanpa batas. Semua ini akan mengakibatkan persaingan yang tidak sehat. Larangan pemilikan uang karena Plato melihat bahwa pemilikan dan penggunaan uang untuk kepentingan pribadi berdampak buruk bagi negara. Pemilikan atas kapital yang tidak terkontrol oleh negara menciptakan kesenjangan ekonomi yang tajam antara yang kaya dan miskin. Plato menegaskan prinsip-prinsip kenegaraan ini hanya berlaku bagi para penguasa negara, yaitu mereka yang berasal dari kelas penjaga, bagi budak tidak berlaku.

Ada tuduhan bahwa Plato adalah pemikir yang anti demokrasi. Menurutnya dalam sistem pemerintahan demokrasi, pada akhirnya akan melahirkan pemerintahan tirani. Setiap orang akan memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja tanpa ada kontrol ketat dari negara. Dalam negara demokrasi, kebebasan individual dan pluralisme politik adalah dewa yang diagungkan. Semua warga negara memiliki kebebasan mengekspresikan aspirasi dan idealisme politiknya tanpa merasa khawatir akan intervensi negara terhadap kebebasannya itu. Dalam istilah Plato, demokrasi itu penuh sesak dengan kemerdekaan dan kebebasan berbicara dan setiap orang dapat berbuat sekehendak hatinya. Kekerasan dibenarkan atas nama kebebasan dan persamaan hak. Penjungkirbalikan massal terhadap moralitas dan akal budi dibenarkan dengan alasan kebebasan.

Menurut Aristoteles, kemunculan negara tidak bisa dipisahkan dari watak politik manusia yang dikatakannya sebagai zoon politicon, yaitu makhluk yang berpolitik. Aristoteles menganalogikan negara sebagai organisme tubuh. Negara lahir dalam bentuknya yang sederhana, kemudian berkembang menjadi kuat dan dewasa, setelah itu hancur, tenggelam dalam sejarah. Komponen-komponen negara adalah desa-desa yang terdiri dari unit-unit keluarga. Keluarga adalah unit persekutuan terendah, sedangkan yang tertinggi adalah negara. Negara terbentuk karena adanya manusia yang saling membutuhkan. Ini sebabnya dalam kehidupan kemasyarakatan dan negara akan selalu terjadi hubungan saling ketergantungan antara individu dalam masyarakat.

Mengenai ukuran atau luas wilayah suatu negara hendaknya tidak terlalu luas, tetapi juga tidak terlalu kecil. Sebab bila negara terlalu kecil, sulit mempertahankan diri dan mudah dikuasai negara lain. Sedangkan bila terlampau besar dan luas, akan sulit menjaganya. Dari segi ideal menurut Aristoteles, negara adalah seperti polis atau city state. Tentang kekuasaan negara polis itu, Aristoteles berpendapat bahwa karena negara merupakan jenjang tertinggi, maka ia memiliki kekuasaan yang absolut.

Menurut Aristoteles, negara adalah lembaga politik yang paling berdaulat, meski bukan berarti negara tidak memiliki batasan kekuasaan. Negara memiliki kekuasaan tertinggi karena ia merupakan lembaga politik yang memiliki tujuan paling tinggi dan mulia. Tujuan dibentuknya negara adalah untuk mensejahterakan seluruh warga negara, bukan individu-individu tertentu. Dengan kesejahteraan seluruh masyarakat, maka kesejahteraan individu akan tercapai dengan sendirinya.

Aristoteles mengemukakan beberapa bentuk negara. Bentuk negara itu terkait erat dengan aspek moralitas. Itu terbukti dari klasifikasinya mengenai negara yang baik dan negara yang buruk. Negara yang baik adalah negara yang sanggup mencapai tujuannya, sedangkan yang buruk kebalikannya. Aristoteles juga menetapkan beberapa kriteria dalam melihat bentuk negara. Pertama, berapa jumlah orang yang memegang kekuasaan, apakah dipegang oleh satu orang, beberapa orang, ataukah banyak orang? Kedua, apakah tujuan dibentuknya negara?

Berdasarkan kriteria itu, Aristoteles mengklasifikasikan negara dalam beberapa kategori. Monarki, apabila kekuasaan terletak di tangan satu orang, bertujuan untuk kebaikan dan kesejahteraan semua, adalah bentuk pemerintahan terbaik. Monarki harus diperintah oleh seorang penguasa yang filsuf, arif, dan bijaksana. Ada juga aristokrasi, dimana pemerintahan dikuasai beberapa orang dan bertujuan baik demi kepentingan umum. Sedangkan untuk demokrasi sendiri, Aristoteles tidak melihatnya sebagai sebuah pemerintahan yang baik. Ia menganggap bila sebuah negara dipegang oleh banyak orang dan bertujuan hanya demi kepentingan mereka, maka bentuk negara itu adalah demokrasi dan bentuk negara seperti itu dianggap Aristoteles tidak ideal dan malahan memiliki konotasi negatif.

* Mahasiswa Ilmu Politik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Volunteer Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)

KLIK DI SINI untuk mendownload file asli dari artikel ini

0 Comments: