KUNJUNGI WEBSITE KAMI YANG BARU, JURNAL POLITIK ONLINE DI JURNAL-POLITIK.CO.CC

Pembaruan Partai Politik

Tuesday, April 07, 2009

Oleh: Jerry Indrawan*

Krisis multidimensi yang terjadi berkepanjangan di Indonesia telah membawa dampak buruk pada seluruh aspek kehidupan masyarakatnya, walaupun saya juga menyoroti hikmah positif (blessing in disguise) di balik itu semua, yaitu timbulnya pemikiran mendasar tentang reformasi di kalangan masyarakat kita. Fokus utama reformasi adalah bagaimana mempercepat terwujudnya civil society dalam kehidupan masyarakat dan negara yang dilandasi nilai-nilai good governance, dengan memunculkan semangat demokrasi, menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM, memberantas KKN, dan mempercepat otonomi daerah.

Dilihat dari sisi politik, dampak reformasi itu antara lain terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan sentralistik menuju sistem pemerintahan yang desentralistik, dimana rakyat mulai dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan publik. Salah satu indikatornya adalah amandemen Konstitusi 1945 yang dilakukan semasa MPR diketuai oleh Amien Rais. Berubahnya paradigma itu merupakan lompatan besar, dan perubahan konstitusi tersebut adalah bagian dari tuntutan reformasi. Reformasi konstitusi ini merupakan langkah besar demokrasi agar UUD 1945 yang telah diamandemen menjadi konstitusi modern dan sesuai tuntutan zaman.

Lompatan besar itu pada akhirnya akan bermuara pada partai-partai politik, karena dimanapun demokrasi dibangun, harus diakui bahwa partai merupakan institusi kunci bagi pengembangan demokrasi. Partai akan tetap menjadi kerangka institusional bagi proses representasi dan pemerintahan. Intinya, partai masih tetap akan memerankan peran penting dalam proses bangsa ini menuju reformasi demokrasi. Dilihat dari sistem politik otoritarian, peran partai seperti itu memperlihatkan bahwa reformasi kepartaian sudah membuahkan banyak hasil. Tetapi apabila ditinjau dari sisi reformasi menuju demokrasi, perkembangan sistem kepartaian itu sebenarnya masih minim. Karena memiliki peran yang sangat penting itulah, maka pembaruan partai politik adalah jawabannya.

Reformasi Kepartaian Menjadi Platform Pembaruan Partai Politik

Perubahan kepartaian dalam hampir sebelas tahun sejak reformasi pun saya nilai belum menapaki arah dan tujuan pembentukan negara secara tepat dan konsisten. Ditambah dengan sistem multipartai seperti sekarang ini, dimana jumlah partai sejak pemilu 1999 sampai pemilu 2004, dan menjelang pemilu 2009 sudah mencapai angka lebih dari 300 parpol. Peserta pemilu 2009 saja mencapai 38 partai politik. Hal ini menandakan banyaknya kepentingan dan tujuan yang dibawa oleh parpol-parpol tadi dalam berpolitik sehingga basis ideologi rakyat akan bergeser, dari ideologi nasionalis, Islam/agama, sosialis atau model masyarakat Jawa, menurut Clifford Geertz, (santri, abangan, dan priyayi) ke bentuk ideologi rasional. Alasannya, karena pengaruh isu global tidak bisa dibendung lagi serta semakin langkanya pemimpin kharismatik di masa depan. Konflik ideologi antar aliran politik seperti masa lalu akan bergeser pada konflik kepentingan yang didasarkan pada kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.

Indikasinya adalah berbagai kegagalan fungsional partai politik, dalam artian bahwa posisi partai politik yang amat strategis itu tidak diimbangi secara optimal dengan pelaksanaan segenap fungsinya. Begitu halnya dengan fungsi partai sebagai organisasi kekuatan sosial politik rakyat yang dibentuk untuk melindungi dan memperjuangkan aspirasi mereka, berupa nilai dan kepentingan di arena politik. Politisi partai malah menggunakan lembaga politik itu untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan sempit mereka sendiri untuk berkuasa. Konsekuensinya, fungsi integratif partai terhadap masyarakat plural menjadi mandul.

Kegagalan partai mewujudkan fungsinya yang utama tersebut berakibat pada ketidakmampuan partai untuk merealisasikan berbagai fungsi yang lainnya. Beberapa contohnya adalah, partai gagal membuat kebijakan publik secara tepat. Partai juga gagal menyelesaikan konflik secara langsung atau melalui kekuasaan pemerintahan, bahkan gagal menyelesaikan konflik internalnya sendiri. Partai gagal melaksanakan fungsi sosialisasi politik reformatif terhadap rakyat, bahkan terhadap pendukungnya sendiri, sebagai tampilan dari kegagalan fungsi komunikasi politik. Partai gagal membentuk dan menyiapkan pemimpin berdasarkan kriteria kepribadian berorientasi problem solver, kematangan etis, kemampuan negarawan yang baik, politisi profesional, dan teknokratik. Begitu pula dengan pemunculan pemimpin yang tepat di panggung nasional maupun lokal. Partai gagal menjadikan dirinya sebagai lembaga pembaharuan politik dalam rangka menuju reformasi demokrasi.

Akar masalah dari struktur organisasi partai dewasa ini adalah kehadirannya di tengah rakyat secara nasional, untuk memenuhi keabsahannya sebagai organisasi perjuangan politik yang dibentuk rakyat. Tanpa kehadiran dan kinerja organisasi partai di seluruh wilayah negara, amatlah sukar bagi partai mempertanggungjawabkan kekuasaan negara yang berada di tangan anggotanya. Di samping itu, akar masalah organisasi partai bagi realisasi fungsinya terhadap rakyat dan negara, berkenaan dengan sentralisasi organisasi. Akibatnya adalah melemahkan dan meniadakan otonomi partai, sehingga unit partai di daerah harus mengembalikan tugas dan tanggung jawabnya kepada masyarakat setempat, apabila DPP memerintahkannya untuk bertindak di luar kehendak masyarakat setempat. Dalam hal ini, DPP memang menjelma menjadi decision maker bagi unit-unit partai di daerah, padahal di tingkat pusat sendiri pengetahuan tentang kondisi masyarakat di daerah patut dipertanyakan. Inilah yang terjadi jika proses decision making pada sebuah partai didasarkan pada figuritas atau sentralisasi, bukan kolektivitas.

Apabila sumbangan struktur organisasi partai terhadap operasi fungsinya hendak dioptimalkan, maka langkah yang perlu diambil adalah mendekatkan kehadiran organisasi partai kepada rakyat secara struktural dan secara otonom. Itu berarti memberikan otonomi kepada unit-unit partai di tingkat masyarakat daerah (DPW, DPC, ranting, dll) untuk memberdayakan mereka dalam memainkan peran politik yang lebih luas lagi, terutama di tingkat daerahnya masing-masing.

Tetapi jika dikaitkan dengan hasil kinerjanya, dibuktikan juga dengan kegagalan fungsi partai, maka secara keseluruhan susunan pengurus partai terbebani oleh masalah rekrutmen serta loyalitas, disiplin, dan kemandirian yang mendistorsi kinerja partai sebagai sebuah organisasi. Kualifikasi kemampuan personal dan tim sesuai dengan kebutuhan perjuangan partai, seringkali dikalahkan oleh loyalitas personal kepada pemimpin dalam merekrut fungsionaris partai. Tindakan seperti itulah yang meyebabkan partai dikelola oleh personal yang kurang kreatif dalam berinisiatif dan berani menghadapi resiko, serta juga seorang yang memiliki visi mantap dan maju.

Aktivitas partai yang berkemampuan rendah, akan tetapi loyal kepada atasan itu, berpeluang menjadi disiplin. Akan tetapi sifat disiplin itu menjadi tidak kondusif untuk menunjang realisasi fungsi partai, dikarenakan mereka cenderung menjadi pengekor dan penjilat. Kedisiplinan mereka pun dipersembahkan kepada atasan, bukan kepada tujuan serta peraturan partai, dan terlebih kepada kepentingan rakyat sebagai konstituen partai. Buruknya sikap kedisiplinan itu disebabkan oleh minimnya pemahaman dan kemampuan berorganisasi yang mereka miliki sehingga saat dipercaya menjadi wakil rakyat, kapabilitas serta kompetensi mereka tidak terlihat.

Selain persoalan disiplin, saya memperhatikan bahwa pengurus partai terdistorsi pula oleh ketidakmandirian partai. Gagasan kalangan partai untuk meniadakan sumbangan dari pemerintah, demi langkah memandirikan partai, perlu dilakukan. Tapi kemandirian pengurus partai diganggu juga oleh ketergantungan dana kepada aktivisnya di lembaga negara, di samping ketergantungan kepada sumbangan-sumbangan dari pengusaha atau orang-orang kaya tertentu yang biasanya punya interest pribadi. Konsekuensinya adalah tendensi pejabat fungsionaris partai untuk tidak terlalu memprioritaskan masalah rakyat, sehingga berakibat pada gagalnya fungsi partai kepada rakyat.

Sistem rekrutmen dengan kualifikasi yang tepat, dan pemilihannya yang ditentukan oleh rakyat adalah kunci untuk mengatasi problema kapabilitas, kemampuan, loyalitas, disiplin, dan kemandirian pengurus partai. Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, terdapat tiga cara untuk mengatasinya. Pertama, membakukan tatanan kekuasaan, peringkat pemimpin, dan prosedur organisasi ke dalam peraturan partai secara rinci dan sistematik, untuk dijadikan pedoman serta pendisiplinan sikap dan tingkah laku. Kedua, mendisiplinkan sikap dan tingkah laku individual dan kolektif para elit serta pemimpin partai secara konsisten. Dan ketiga, membangun sistem pengawasan yang efektif dan disertai sanksi tegas atas pelanggaran-pelanggarannya.

Peranan Parpol di Masyarakat

Setelah dipaparkan beberapa masalah-masalah kepartaian yang terjadi di internal partai, maka sekarang saya akan berusaha melihat beberapa hal yang seharusnya dilakukan sebuah partai politik kepada konstituennya. Pendidikan politik kepada rakyat yang dilakukan oleh parpol menurut saya adalah yang terutama. Mengapa? Karena melalui sebuah proses pendidikan politik, rakyat akan memiliki kesadaran bahwa mereka memiliki kedaulatan tidak terbatas ketika memilih calon-calon pemimpin mereka serta mereka tercerdaskan secara intelektual untuk memilih pemimpin yang baik, jujur, dan tidak korupsi. Kesadaran itu harus dibangun pada tingkat pemahaman, bahwa kedaulatannya itu akan berlangsung selamanya sejauh pemerintahan itu berjalan demokratis.

Pendidikan politik ini juga dapat dikatakan sebagai proses pengenalan nilai-nilai politik dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan politik seperti ini, selain ditujukan secara umum untuk masyarakat, diperlukan juga bagi sebuah partai terutama untuk kader-kader mereka demi melancarkan proses kaderisasi partai tersebut. Dalam proses tersebut akan diajarkan antara yang baik dan tidak, antara yang boleh dan tidak boleh dilakukan, antara hak dan kewajiban politik rakyat, dan cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan tujuan politiknya itu. Melalui bekal pengetahuan itu, rakyat akan dapat mengartikulasikan kepentingannya dan tidak akan termajinalkan secara politik maupun ekonomi lagi.

Mengingat kepentingan individu sangat kompleks, muncul keinginan untuk menyatukan kepentingan-kepentingan itu ke dalam tema yang sama. Kumpulan kepentingan tadi kemudian diramu oleh partai-partai sesuai basis ideologi mereka, untuk selanjutnya disusun dalam bentuk platform, program, dan isu yang nantinya akan ditawarkan pada kampanye saat pemilu. Tujuannya adalah untuk memperoleh dukungan suara sebanyak-banyaknya agar partai tersebut memenangi pemilu. Proses ini, selain mengandung unsur pendidikan politik, juga terdapat unsur komunikasi politik yang efektif antara partai dan konstituennya. Proses selanjutnya adalah partai menempatkan wakilnya di lembaga legislatif dengan tujuan utama untuk mendengarkan, menampung, serta memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Selain itu parpol juga memiliki peran lain, seperti memberikan jembatan institusional antara warga negara dengan pemerintah dan mengolah kebijakan yang ditawarkan masyarakat untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Partai pun harus menjadi wadah bagi proses kaderisasi dan seleksi politik untuk mengisi jabatan publik maupun jabatan fungsionaris di partai itu sendiri. Dari semua itu akan terlihat bahwa fungsi utama partai yaitu mengatur hubungan antara rakyat dan pemerintah dalam sistem politik di suatu negara yang demokratis.

Partai juga memiliki peran sebagai wadah konflik, yaitu wadah untuk mengatur dan menyelesaikan konflik dalam masyarakat. Tetapi menyangkut peran eksternalnya, partai juga merupakan peserta konflik dalam suatu pemilihan atau forum pengambilan keputusan di lembaga legislatif. Dengan demikian dilihat dari fungsinya, partai akan dapat mengagregasikan dan mengartikulasikan berbagai kepentingan masyarakat yang berbeda menjadi kebijakan publik. Dengan melaksanakan fungsi itu, partai merupakan pihak yang seharusnya terlibat dalam setiap proses penyelesaian konflik. Saya melihat perlunya AD/ART partai untuk dirumuskan secara detail dan komprehensif, agar dapat memberi kaidah penuntun tindakan partai dalam melaksanakan fungsi esensialnya, yakni sebagai lembaga konflik, peserta konflik, sekaligus juga bertanggung jawab menyelesaikan konflik.

Tantangan Parpol ke Depan

Setelah melihat beberapa hal yang harus dibenahi oleh sebuah parpol, baik secara internal maupun eksternal, baiknya kita melihat secara umum tantangan-tantangan apa saja yang akan dihadapi oleh sebuah parpol di Indonesia ini. Semangat reformasi, seperti yang sudah saya jelaskan di awal, di bidang politik secara tidak langsung meningkatkan kesadaran politik rakyat. Salah satu indikasinya terlihat dari 140 parpol baru yang mendaftar untuk mengikuti pemilu 1999, walaupun akhirnya hanya 48 yang lolos seleksi menjadi organisasi peserta pemilu (OPP). Pada pemilu 2004, jumlah parpol bertambah menjadi 237, tetapi yang menjadi OPP hanya 24 parpol. Dan pada pemilu 2009 lebih dari 300-an parpol mendaftar tetapi hanya 38 yang lolos sebagai OPP. Banyaknya parpol ini terjadi menurut saya karena iklim reformasi membuat rakyat yang sejak pemilu 1977 hanya terpatronkan dengan tiga parpol saja, merasa perlu mengekspresikan keinginan dan kepentingannya dengan membuat sebuah wadah baru yang dapat memenuhi kepentingannya itu, wadah baru itu adalah sebuah partai politik.

Pemilu 2004 merupakan sejarah baru dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Untuk pertama kalinya para calon anggota legislatif, presiden, dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat. Selain itu, tidak ada anggota legislatif yang diangkat tanpa melalui proses pemilu, seperti TNI, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan sekarang sudah tidak ada. Hal ini adalah sebuah fenomena baru sekaligus sebuah tantangan yang positif bagi eksistensi parpol ke depan. Oleh sebab itu, sudah saatnya bagi semua partai yang ada untuk mengedepankan platform dan program partai yang berpihak kepada rakyat, bukan lagi berpijak kepada ideologi seperti dekade 1950-an dan masa rezim Soeharto.

Untuk membenahi kehidupan parpol ke depan ada beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain melalui landasan pijak partai, terutama dalam pengungkapan pandangan parpol terhadap inti tatanan politik, tatanan ekonomi, dan budaya Indonesia. Landasan ini dapat berbentuk rumusan ideologi atau manifesto politik yang disusun berdasarkan pemikiran matang dari pimpinan partai, mulai dari pusat hingga daerah maupun cabang partai di seluruh tanah air.

Selain itu juga perlu pengenalan aturan main partai dalam menetapkan pimpinan melalui AD/ART, termasuk juga siapa yang berhak duduk sebagai pimpinan, syarat keanggotaan partai, jenjang dan karier, pengalaman serta kecakapan kerja. Diperlukan juga pimpinan partai yang mampu menerjemahkan visi dan misi partai termasuk pandangan pemimpin partai yang berkaitan dengan program sampai pembagian kerja dalam struktur partai. Setiap Badan Pengurus Harian partai harus mampu mengurus keuangan termasuk mencari sumber dana dan mengatur penggunaannya untuk tugas partai, dari pusat hingga daerah. Terkait masalah dana, perlunya dibuat sumber keuangan partai yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat diaudit oleh akuntan publik dan dipublikasikan kepada masyarakat. Penggunaan dana partai yang paling rawan adalah menjelang dan saat pemilu, karena tidak tertutup kemungkinan muncul praktek-praktek money politics.

Selanjutnya seperti yang sudah saya utarakan di atas, partai harus melakukan pendidikan politik dan komunikasi politik. Pendidikan politik dilakukan bagi masyarakat untuk mendidik agar mereka semakin sadar terhadap hak dan kewajiban politiknya. Selain pendidikan politik, partai juga perlu melakukan komunikasi terhadap masyarakat atau simpatisan pendukungnya, termasuk juga bersilaturahmi dengan partai-partai politik lainnya. Komunikasi politik yang ditujukan kepada masyarakat bisa dilakukan dalam acara-acara tertentu dan dirancang untuk kalangan tertentu, seperti seminar, sarasehan partai, HUT partai, dan sebagainya. Sedangkan silaturahmi antar partai sangat diperlukan untuk membangun budaya politik kemitraan dan kesetaraan yang sinergis.

Langkah-langkah di atas penting untuk diimplementasikan agar para elit partai tidak hanya memikirkan diri sendiri dan kelompoknya. Jika mekanisme kontrol itu dapat dilakukan secara efektif, maka pertisipasi rakyat akan berkembang menuju budaya demokratis, yang antara lain ditandai dengan sportivitas, egaliter, santun, termasuk kelompok oposisi. Untuk itu parpol diharapkan lebih produktif menjalankan proses demokrasi di semua lini kehidupan, terutama bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat. Partai-partai harus kerja keras untuk menyelesaikan berbagai krisis di bangsa kita, terutama krisis ekonomi, moral, dan kepemimpinan. Dan partai pun harus rajin melakukan pendidikan politik secara berkesinambungan, terutama dalam mengkampanyekan figur pimpinan partai, program partai, dan isu-isu berikut platform partai pada pemilu-pemilu mendatang.

Partai politik yang berprospek ke depan adalah partai yang mengandalkan visi, platform, dan program partai secara konkrit dan realistis, tidak lagi mengandalkan primordialisme dan kharisma pemimpin partai. Visi partai ini penting agar mereka dapat berkibar, maksudnya partai yang didasarkan pada visi ke depan adalah partai yang dapat mengangkat bangsa Indonesia menuju kejayaan kelak. Bisa juga diartikan sebagai visi yang dapat membangkitkan harapan dan mendorong semangat untuk beranjak dari keterpurukan yang membuat bangsa ini semakin hancur. Semua itu menjadi tantangan yang tidak ringan bagi partai-partai politik yang ingin sukses dalam pemilu-pemilu mendatang. Sesungguhnya langkah-langkah menuju perbaikan partai politik di masa depan adalah bagian dari konsep pembaruan partai politik. Saya berharap semua komponen bangsa mau bersatu demi terciptanya iklim politik Indonesia yang lebih baik lagi dengan kualitas partai politiknya yang sehat.

* Mahasiswa Ilmu Politik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta

KLIK DI SINI untuk mendownload file asli dari artikel ini

1 Comment:

Maria Fadhlan BUSINESS LOAN RIKA ANDERSON LOAN COMPANY said...

nama saya Maria Fadhlan dari Ajman di UEA, saya adalah korban penipuan di tangan pemberi pinjaman, saya menipu $ 2000 karena saya butuh pinjaman $ 90.000 untuk modal usaha dan hutang. Saya hampir mati, saya tidak punya tempat untuk pergi, dan bisnis saya hancur dalam proses yang diterimanya. semua ini terjadi pada bulan Maret 2019, sampai saya bertemu seseorang online minggu lalu yang bersaksi tentang pemberi pinjaman jadi saya mengajukan pertanyaan dan dia memperkenalkan saya kepada seorang ibu yang baik yang akhirnya membantu saya mendapatkan pinjaman tanpa jaminan $ 90.000 dengan suku bunga rendah di RIKA ANDERSON PERUSAHAAN PINJAMAN. Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk berterima kasih kepada Anda ibu Rika, semoga Allah terus memberkati Anda Ibu Rika atas kejujuran dan perbuatan baik Anda. jika Anda memerlukan pinjaman dan pinjaman tanpa jaminan cepat hubungi ibu Rika melalui perusahaan, W / S: +19147057484 Anda dapat menghubungi saya juga melalui mariafadhlan@gmail.com