Wednesday, August 19, 2009
Oleh: Pradono Budi Saputro*
Pada tanggal 17 Agustus 2009 kemarin, kita baru saja merayakan 64 tahun berdirinya Republik Indonesia. Seperti lazimnya peringatan 17 Agustus, tahun ini pun dilangsungkan upacara bendera di berbagai tempat. Namun, tidak semua tempat menyelenggarakannya. Upacara bendera seolah-olah kehilangan greget-nya. Tidak seperti dahulu. Sampai-sampai ada yang bertanya, “Apa yang sebenarnya menjadi esensi dari upacara bendera sehingga kita harus mengikutinya?”
Ya, sepertinya upacara bendera tengah dipertanyakan esensinya. Upacara bendera saat ini bukan lagi suatu “kewajiban” seperti pada era pemerintahan yang dahulu. Akan tetapi, bila kita cermati, upacara bendera sangatlah penting. Mengapa demikian?
Berbicara mengenai upacara bendera, kita tidak dapat melepaskannya dari Jepang. Upacara bendera yang biasa dilaksanakan tiap Senin di sekolah-sekolah dan setiap tanggal 17 Agustus memang merupakan warisan Jepang. Orang-orang Jepang mengajarkan tata cara pelaksanaan upacara bendera pada masa pendudukan mereka di tanah air. Seperti yang kita ketahui, bangsa Jepang menyembah berbagai dewa-dewi dan salah satunya, yang utama, adalah Amaterasu (dewi matahari). Bangsa Jepang menyembah matahari terbit dan matahari terbenam sebagai bentuk penghormatan mereka terhadap Amaterasu. Namun, terkadang cuaca menyebabkan matahari tidak selalu tampak. Oleh karena itu, mereka lalu mengganti ritual penyembahan tersebut dengan melaksanakan upacara bendera. Mereka membuat Hinomaru, bendera dengan corak matahari berwarna merah yang dibuat dengan kain berwarna putih. Pada saat upacara bendera, mereka memberi hormat ke arah bendera tersebut. Hal ini jugalah yang mereka ajarkan kepada para pelajar dan pemuda Indonesia ketika mereka menduduki Indonesia.
Pemerintah militer Jepang menanamkan sendi-sendi militeristik di Indonesia dan memiliterisasi seluruh aspek kehidupan bangsa pada saat itu. Salah satu di antaranya, dengan mengajarkan tata cara pelaksanaan upacara bendera kepada para pelajar dan pemuda kita tersebut. Upacara bendera dianggap dapat menjadi sarana yang tepat untuk meletakkan fondasi militer dan fasisme bagi generasi muda di tanah air.
Waktu pun berlalu, upacara tidak dengan serta-merta membuat para pemuda kita melupakan tanah air tercinta. Melalui upacara bendera, muncul semangat nasionalisme. Nasionalisme tumbuh dan berawal ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu. Naluri untuk mempertahankan diri dan wilayah tempat tinggalnya mendorong manusia untuk mempertahankan negeri di mana mereka hidup dan menggantungkan diri. Ketika diserang oleh bangsa asing, mereka berjuang bersama untuk memerdekakan negerinya. Dari upacara bendera dan didikan asing itulah mereka belajar, kemudian menggalang kekuatan dan berjuang bersama demi merebut kemerdekaan.
Maka, merupakan suatu kekeliruan apabila kita menganggap upacara bendera tidak ada manfaatnya. Upacara bendera yang tidak bermanfaat adalah bila kita mengikutinya hanya karena formalitas belaka. Upacara bendera akan sangat bermanfaat jika kita menghayati apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu kita sehingga kita dapat merdeka. Melalui upacara bendera, kita dapat menunjukkan nasionalisme, membuktikan rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa, serta menghormati jasa-jasa para pejuang yang telah mengorbankan harta dan jiwa mereka demi merebut kemerdekaan.
Upacara bendera bukan semata-mata menjalankan ritual yang diwariskan oleh Jepang. Bukan pula implementasi pemerintahan militer dan fasisme yang harus kita jauhi. Sebab, esensi utama upacara bendera yakni untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa para pejuang yang dengan susah payah merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri tercinta ini. Dengan begitu, kita bisa mengetahui sejarah bangsa dan negara ini. Akibatnya, jiwa patriotisme dapat timbul. Dan patriotisme ini diwujudkan dengan menggelar ataupun mengikuti upacara bendera. Namun, harus ada kesatuan antara sikap dan hati pada saat kita melangsungkan upacara bendera. Tidak boleh karena sekedar menjalankan formalitas. Jika kita mengikuti upacara bendera dengan benar, tentu kita akan tergetar saat lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu-lagu wajib nasional dikumandangkan.
Menghormati dan mengenang jasa-jasa para pahlawan bangsa melalui upacara bendera juga sejalan dengan ajaran Bapak Proklamasi kita, Ir. H. Soekarno. Menurut Bung Karno, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Terhadap anggapan yang menyatakan bahwa upacara bendera adalah perbuatan syirik, saya berpendapat bahwa itu merupakan suatu anggapan yang keliru pula karena dalam upacara bendera, kita menghormati bendera nasional kita, bukan menyembah bendera tersebut ataupun benda-benda tertentu. Esensinya pun sudah bergeser. Kita tidak lagi harus menyembah matahari terbit dan matahari terbenam. Jadi, masih ada yang mempertanyakan esensi upacara bendera?
* Alumnus Program Studi Jepang FIB UI
KLIK DI SINI untuk mendownload file asli dari artikel ini
Pada tanggal 17 Agustus 2009 kemarin, kita baru saja merayakan 64 tahun berdirinya Republik Indonesia. Seperti lazimnya peringatan 17 Agustus, tahun ini pun dilangsungkan upacara bendera di berbagai tempat. Namun, tidak semua tempat menyelenggarakannya. Upacara bendera seolah-olah kehilangan greget-nya. Tidak seperti dahulu. Sampai-sampai ada yang bertanya, “Apa yang sebenarnya menjadi esensi dari upacara bendera sehingga kita harus mengikutinya?”
Ya, sepertinya upacara bendera tengah dipertanyakan esensinya. Upacara bendera saat ini bukan lagi suatu “kewajiban” seperti pada era pemerintahan yang dahulu. Akan tetapi, bila kita cermati, upacara bendera sangatlah penting. Mengapa demikian?
Berbicara mengenai upacara bendera, kita tidak dapat melepaskannya dari Jepang. Upacara bendera yang biasa dilaksanakan tiap Senin di sekolah-sekolah dan setiap tanggal 17 Agustus memang merupakan warisan Jepang. Orang-orang Jepang mengajarkan tata cara pelaksanaan upacara bendera pada masa pendudukan mereka di tanah air. Seperti yang kita ketahui, bangsa Jepang menyembah berbagai dewa-dewi dan salah satunya, yang utama, adalah Amaterasu (dewi matahari). Bangsa Jepang menyembah matahari terbit dan matahari terbenam sebagai bentuk penghormatan mereka terhadap Amaterasu. Namun, terkadang cuaca menyebabkan matahari tidak selalu tampak. Oleh karena itu, mereka lalu mengganti ritual penyembahan tersebut dengan melaksanakan upacara bendera. Mereka membuat Hinomaru, bendera dengan corak matahari berwarna merah yang dibuat dengan kain berwarna putih. Pada saat upacara bendera, mereka memberi hormat ke arah bendera tersebut. Hal ini jugalah yang mereka ajarkan kepada para pelajar dan pemuda Indonesia ketika mereka menduduki Indonesia.
Pemerintah militer Jepang menanamkan sendi-sendi militeristik di Indonesia dan memiliterisasi seluruh aspek kehidupan bangsa pada saat itu. Salah satu di antaranya, dengan mengajarkan tata cara pelaksanaan upacara bendera kepada para pelajar dan pemuda kita tersebut. Upacara bendera dianggap dapat menjadi sarana yang tepat untuk meletakkan fondasi militer dan fasisme bagi generasi muda di tanah air.
Waktu pun berlalu, upacara tidak dengan serta-merta membuat para pemuda kita melupakan tanah air tercinta. Melalui upacara bendera, muncul semangat nasionalisme. Nasionalisme tumbuh dan berawal ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu. Naluri untuk mempertahankan diri dan wilayah tempat tinggalnya mendorong manusia untuk mempertahankan negeri di mana mereka hidup dan menggantungkan diri. Ketika diserang oleh bangsa asing, mereka berjuang bersama untuk memerdekakan negerinya. Dari upacara bendera dan didikan asing itulah mereka belajar, kemudian menggalang kekuatan dan berjuang bersama demi merebut kemerdekaan.
Maka, merupakan suatu kekeliruan apabila kita menganggap upacara bendera tidak ada manfaatnya. Upacara bendera yang tidak bermanfaat adalah bila kita mengikutinya hanya karena formalitas belaka. Upacara bendera akan sangat bermanfaat jika kita menghayati apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu kita sehingga kita dapat merdeka. Melalui upacara bendera, kita dapat menunjukkan nasionalisme, membuktikan rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa, serta menghormati jasa-jasa para pejuang yang telah mengorbankan harta dan jiwa mereka demi merebut kemerdekaan.
Upacara bendera bukan semata-mata menjalankan ritual yang diwariskan oleh Jepang. Bukan pula implementasi pemerintahan militer dan fasisme yang harus kita jauhi. Sebab, esensi utama upacara bendera yakni untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa para pejuang yang dengan susah payah merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri tercinta ini. Dengan begitu, kita bisa mengetahui sejarah bangsa dan negara ini. Akibatnya, jiwa patriotisme dapat timbul. Dan patriotisme ini diwujudkan dengan menggelar ataupun mengikuti upacara bendera. Namun, harus ada kesatuan antara sikap dan hati pada saat kita melangsungkan upacara bendera. Tidak boleh karena sekedar menjalankan formalitas. Jika kita mengikuti upacara bendera dengan benar, tentu kita akan tergetar saat lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu-lagu wajib nasional dikumandangkan.
Menghormati dan mengenang jasa-jasa para pahlawan bangsa melalui upacara bendera juga sejalan dengan ajaran Bapak Proklamasi kita, Ir. H. Soekarno. Menurut Bung Karno, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Terhadap anggapan yang menyatakan bahwa upacara bendera adalah perbuatan syirik, saya berpendapat bahwa itu merupakan suatu anggapan yang keliru pula karena dalam upacara bendera, kita menghormati bendera nasional kita, bukan menyembah bendera tersebut ataupun benda-benda tertentu. Esensinya pun sudah bergeser. Kita tidak lagi harus menyembah matahari terbit dan matahari terbenam. Jadi, masih ada yang mempertanyakan esensi upacara bendera?
* Alumnus Program Studi Jepang FIB UI
KLIK DI SINI untuk mendownload file asli dari artikel ini
0 Comments:
Post a Comment