Sunday, March 01, 2009
oleh: Pradono Budi Saputro*
Pendahuluan
Partai Komunis Jepang (Japanese Communist Party/Nihon Kyôsan-tô) — selanjutnya kita sebut JCP — adalah salah satu partai politik yang terdapat di Jepang. Penulis tertarik untuk mengangkat suatu pembahasan mengenai partai ini karena di negeri yang memiliki tradisi religi yang cukup kuat, yang sudah sangat mengakar dalam berbagai bentuk kesenian dan kebudayaan nasionalnya walaupun bukan negara agamis, ternyata terdapat sebuah partai yang mengusung paham komunis. Partai tersebut, walaupun telah lama berdiri, masih tetap eksis sampai sekarang ini. Hal ini patut kita cermati juga. Mengapa bisa demikian?
JCP merupakan partai politik yang didirikan guna mendukung penghapusan kapitalisme dan pendirian masyarakat berbasis sosialisme, demokrasi, dan perdamaian. JCP juga dibangun sebagai oposisi terhadap militerisme di Jepang. JCP bekerja secara aktif dalam rangka mencapai tujuannya, selagi berjuang melawan apa yang digambarkan sebagai “imperialisme dan sekutu subordinatnya”, yaitu modal monopoli. Walaupun merupakan sebuah partai Leninis, JCP tidak mendukung revolusi sosialis. JCP menyatakan tetap setia pada gagasan “revolusi demokratis” untuk mencapai perubahan demokratis dalam bidang politik dan ekonomi, serta perubahan menyeluruh dari kedaulatan nasional Jepang, yang mana dilihat sebagai suatu pelanggaran oleh Aliansi Keamanan Jepang-Amerika Serikat.
JCP adalah partai komunis tak berkuasa terbesar kedua di dunia dengan jumlah anggota yang mencapai sekitar 400.000 orang. Anggotanya terbagi ke dalam lebih kurang 25.000 cabang. Tidak seperti partai komunis di Eropa atau di belahan dunia lainnya, JCP tidak pernah mengalami krisis internal sebagai akibat dari runtuhnya Uni Soviet, ataupun dibubarkan atau mengubah nama maupun sasaran utamanya, seperti yang umumnya dilakukan oleh partai komunis di negara lain. Walaupun kekuatan elektoralnya saat ini terus merosot. Menurut hasil polling, pada pemilihan umum tahun 2000 JCP mendapatkan 11,3 persen suara, pada tahun 2003 8,2 persen suara, dan 7,3 persen pada pemilihan umum yang dilangsungkan pada bulan September 2005. Hal tersebut menunjukkan bahwa, bagaimanapun juga, JCP masih mampu memperoleh hampir 5 juta suara.
Sejarah Berdirinya JCP
JCP didirikan pada tanggal 15 Juli 1922, sebagai sebuah gerakan politik bawah tanah yang ilegal. Dengan adanya Peace Preservation Law (Hukum Pemeliharaan Perdamaian), para anggota JCP mengalami berbagai penindasan dan penyiksaan oleh militer dan polisi Kekaisaran Jepang. JCP merupakan satu-satunya partai politik di Jepang yang menentang keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II. Partai ini baru dinyatakan legal ketika Amerika Serikat (AS) menduduki Jepang pada tahun 1945. Sejak itu, JCP menjadi partai politik yang secara resmi dapat ikut serta pada pemilihan umum di Jepang. Pada saat munculnya perbedaan ideologi antara dua negara komunis besar, yaitu Cina dan Uni Soviet, pada sekitar dekade 1960-an, partai ini menyatakan netralitasnya dan tidak memihak satupun. JCP mencapai puncak kekuatan elektoralnya pada sekitar tahun 1970-an.
JCP sukses mempertahankan sebagian posisinya ketika salah satu partai oposisi utama di Jepang, Japan Socialist Party (Partai Sosialis Jepang), berkurang suaranya menjadi 5,5 persen pada tahun 2005. Partai oposisi besar yang baru, Democratic Party of Japan (Partai Demokratik Jepang), hanya memiliki sedikit perbedaan dalam hal kebijakan yang dibuat dengan partai yang telah lama berkuasa, Liberal Democratic Party (LDP), sehingga tidak ada pilihan lagi bagi para pemilih sayap kiri selain memberikan suaranya ke JCP. JCP juga turut terbantu dengan adanya perbaikan sistem elektoral Jepang baru-baru ini. JCP memang tidak mampu merebut single-member dari daerah pemilihan manapun, tetapi berhasil mempertahankan posisinya dengan memenangkan sebagian anggotanya melalui sistem pemilihan proporsional.
Lam Peng Er, dalam Pacific Affairs pada tahun 1996, berpendapat bahwa kelangsungan hidup JCP sangat krusial bagi kesehatan demokrasi di Jepang. Hal ini ia katakan sebab lanjutnya, “JCP merupakan satu-satunya partai yang belum ter-coop oleh partai-partai konservatif. JCP selama ini melaksanakan peran sebagai anjing penjaga yang mengawasi partai-partai yang berkuasa tanpa rasa takut atau belas kasihan. Lebih penting lagi, JCP sering menawarkan satu-satunya calon oposisi dalam pemilihan gubernur daerah prefektur, pemilihan walikota, dan pemilihan lokal lainnya. Di samping ‘ke-pura-pura berbeda-an’ antara partai-partai non-komunis di tingkat nasional, mereka sering mendukung calon bersama untuk pemilihan gubernur ataupun walikota sehingga semua partai dijamin menjadi bagian dari koalisi yang berkuasa. Jika JCP tidak mengajukan calonnya, hampir bisa dipastikan akan ada suatu kemenangan mutlak dan para pemilih Jepang akan disodori suatu ketentuan yang harus mereka terima tanpa adanya suatu jalan elektoral yang memungkinkan para pemilih tadi untuk melakukan protes. Mempromosikan kandidat-kandidat wanita dalam pemilihan untuk memenangkan suara kaum wanita adalah karakteristik lain partai ini. Kaum wanita yang dipilih di bawah label komunis lebih banyak dibandingkan partai-partai politik lainnya di Jepang.”
Kebijakan-kebijakan JCP
Salah satu sasaran utama JCP adalah menghancurkan aliansi militer Jepang-AS dan melucuti semua pangkalan militer AS di Jepang. JCP ingin menjadikan Jepang sebagai negara yang netral dan tidak memihak kekuatan besar manapun. Hal ini sejalan dengan prinsip menentukan nasib sendiri dan kedaulatan nasional. Di Jepang sendiri ada sekitar 130 pangkalan militer AS dan fasilitas-fasilitas lain yang terkait. Okinawa merupakan pangkalan militer AS yang terbesar, tidak hanya di Jepang tetapi juga di Asia.
JCP juga berusaha keras untuk mengubah kebijakan ekonomi Jepang dari yang selama ini dipandang hanya untuk melayani kepentingan bank-bank dan perusahaan-perusahaan besar menjadi untuk mempertahankan kepentingan rakyat, dan membuat peraturan-peraturan yang demokratis untuk mengontrol kegiatan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan besar dan melindungi kehidupan dan hak mendasar dari seluruh rakyat.
JCP menentang pengembangan senjata nuklir dan blok-blok militer. JCP juga menolak usaha apapun yang dilakukan untuk merevisi Pasal 9 dalam Konstitusi Jepang yang menyatakan ”(Jepang) tidak akan pernah lagi… dikunjungi dengan kengerian-kengerian yang disebabkan oleh perang melalui tindakan pemerintah” dan mengumumkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.
Sehubungan dengan isu ekonomi internasional, JCP mendukung pendirian suatu tatanan ekonomi internasional demokratis yang baru yang didasari atas rasa saling menghormati terhadap kedaulatan ekonomi masing-masing negara. JCP memandang AS, perusahaan-perusahaan transnasional, dan modal keuangan internasional mendorong globalisasi, yang dengan serius mempengaruhi ekonomi global, mencakup permasalahan keuangan dan moneter, seperti halnya hubungan Utara-Selatan dan permasalahan lingkungan. JCP mendukung adanya peraturan demokratis yang dapat mengatur aktivitas perusahaan-perusahaan transnasional dan modal keuangan internasional pada suatu skala internasional.
JCP menuntut segera dilaksanakannya perubahan dalam politik luar negeri Jepang. Mengenai perdebatan terhadap resolusi, JCP berpendapat bahwa prioritas itu harus diberikan untuk perdamaian melalui jalur negosiasi, bukan melalui jalur militer. JCP menyatakan bahwa Jepang setia pada Piagam PBB. JCP juga tetap teguh dengan gagasan di mana Jepang sebagai negara Asia harus menghentikan fokus pada diplomasi yang berpusat pada hubungan dengan AS dan negara-negara G8 (negara-negara maju), dan meletakkan diplomasi terhadap negara-negara Asia sebagai prioritas dalam hal hubungan luar negeri. JCP mendukung Jepang untuk menetapkan kebijakan luar negeri independen yang sesuai dengan kepentingan rakyat Jepang dan menolak mengikuti kekuatan-kekuatan asing yang “kebal kritik”. JCP juga mendukung Jepang untuk menyatakan penyesalan dan permintaan maafnya atas segala tindakan yang dilakukan selama Perang Dunia II sebagai salah satu syarat untuk mengembangkan hubungan baik dengan negara-negara Asia lainnya, terutama yang pernah dijajah oleh Jepang.
Terhadap terorisme internasional, JCP berpendirian bahwa hanya dengan “melingkari” angkatan perang dari ancaman teror melalui solidaritas internasional yang kuat, dengan PBB sebagai pusatnya, dapat menghapuskan terorisme. JCP berpendapat bahwa dengan ikut serta terjun dalam kancah peperangan sebagai tanggapan terhadap terorisme hanya akan menghasilkan suatu pertentangan yang kemudian malah akan semakin menyuburkan bibit-bibit terorisme.
JCP dengan tegas menentang Kekaisaran, baik pada masa sebelum Perang Dunia maupun pada masa setelah Perang Dunia. Baru-baru ini, JCP menyatakan bahwa mereka tidak menentang Kaisar sebagai kepala negara jika ia tidak mempunyai kekuasaan dan hanya merupakan seorang figur.
JCP selama bertahun-tahun memiliki hubungan yang dekat dengan partai yang berkuasa di Korea Utara, yaitu Workers Party of Korea (Partai Pekerja Korea). Tetapi beberapa tahun belakangan ini, JCP mengutuk penculikan-penculikan yang dilakukan terhadap warga Jepang di Korea Utara dan mengklaim tidak lagi mempunyai hubungan apapun Korea Utara. Sejalan dengan gagasan mengenai penentuan nasib sendiri, bagaimanapun, JCP menentang perubahan rezim yang berkuasa di sana.
Organisasi yang Berafiliasi dengan JCP
Salah satu organisasi yang berafiliasi dengan JCP adalah Democratic Youth League of Japan. Democratic Youth League of Japan merupakan organisasi sayap (onderbouw) resmi JCP yang bergerak di bidang kepemudaan.
Penutup
Walaupun merupakan partai politik yang menganut ideologi komunis, JCP masih tetap eksis hingga saat ini, sekalipun berada di negeri dengan memiliki tradisi religi yang cukup mengakar meskipun bukan merupakan negara agamis. Runtuhnya Uni Soviet, sebagai “induk” komunisme tidak membuat partai ini bubar dengan sendirinya ataupun mengubah asas dan kebijakannya, seperti yang umumnya dilakukan oleh partai-partai komunis lainnya di dunia jika ingin tetap eksis. Kesetiaan para anggota dan konstituennya dan kebijakan-kebijakan yang dibuat partai ini menjadikannya tetap mendapatkan dukungan, walaupun dalam beberapa tahun ini terus mengalami kemerosotan. Walaupun begitu, JCP masih tetap berpeluang untuk terus berkembang menjadi kekuatan utama dalam kancah perpolitikan Jepang di masa-masa mendatang karena masyarakat Jepang sendiri sudah mulai tidak lagi mendukung sepenuhnya pemerintahan yang sedang berkuasa saat ini, yang notabene dipegang oleh LDP yang telah berkuasa selama puluhan tahun, akibat kebijakan-kebijakan kontroversialnya.
* Alumnus Program Studi Jepang FIB UI
KLIK DI SINI untuk mendownload file asli dari artikel ini.
Pendahuluan
Partai Komunis Jepang (Japanese Communist Party/Nihon Kyôsan-tô) — selanjutnya kita sebut JCP — adalah salah satu partai politik yang terdapat di Jepang. Penulis tertarik untuk mengangkat suatu pembahasan mengenai partai ini karena di negeri yang memiliki tradisi religi yang cukup kuat, yang sudah sangat mengakar dalam berbagai bentuk kesenian dan kebudayaan nasionalnya walaupun bukan negara agamis, ternyata terdapat sebuah partai yang mengusung paham komunis. Partai tersebut, walaupun telah lama berdiri, masih tetap eksis sampai sekarang ini. Hal ini patut kita cermati juga. Mengapa bisa demikian?
JCP merupakan partai politik yang didirikan guna mendukung penghapusan kapitalisme dan pendirian masyarakat berbasis sosialisme, demokrasi, dan perdamaian. JCP juga dibangun sebagai oposisi terhadap militerisme di Jepang. JCP bekerja secara aktif dalam rangka mencapai tujuannya, selagi berjuang melawan apa yang digambarkan sebagai “imperialisme dan sekutu subordinatnya”, yaitu modal monopoli. Walaupun merupakan sebuah partai Leninis, JCP tidak mendukung revolusi sosialis. JCP menyatakan tetap setia pada gagasan “revolusi demokratis” untuk mencapai perubahan demokratis dalam bidang politik dan ekonomi, serta perubahan menyeluruh dari kedaulatan nasional Jepang, yang mana dilihat sebagai suatu pelanggaran oleh Aliansi Keamanan Jepang-Amerika Serikat.
JCP adalah partai komunis tak berkuasa terbesar kedua di dunia dengan jumlah anggota yang mencapai sekitar 400.000 orang. Anggotanya terbagi ke dalam lebih kurang 25.000 cabang. Tidak seperti partai komunis di Eropa atau di belahan dunia lainnya, JCP tidak pernah mengalami krisis internal sebagai akibat dari runtuhnya Uni Soviet, ataupun dibubarkan atau mengubah nama maupun sasaran utamanya, seperti yang umumnya dilakukan oleh partai komunis di negara lain. Walaupun kekuatan elektoralnya saat ini terus merosot. Menurut hasil polling, pada pemilihan umum tahun 2000 JCP mendapatkan 11,3 persen suara, pada tahun 2003 8,2 persen suara, dan 7,3 persen pada pemilihan umum yang dilangsungkan pada bulan September 2005. Hal tersebut menunjukkan bahwa, bagaimanapun juga, JCP masih mampu memperoleh hampir 5 juta suara.
Sejarah Berdirinya JCP
JCP didirikan pada tanggal 15 Juli 1922, sebagai sebuah gerakan politik bawah tanah yang ilegal. Dengan adanya Peace Preservation Law (Hukum Pemeliharaan Perdamaian), para anggota JCP mengalami berbagai penindasan dan penyiksaan oleh militer dan polisi Kekaisaran Jepang. JCP merupakan satu-satunya partai politik di Jepang yang menentang keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II. Partai ini baru dinyatakan legal ketika Amerika Serikat (AS) menduduki Jepang pada tahun 1945. Sejak itu, JCP menjadi partai politik yang secara resmi dapat ikut serta pada pemilihan umum di Jepang. Pada saat munculnya perbedaan ideologi antara dua negara komunis besar, yaitu Cina dan Uni Soviet, pada sekitar dekade 1960-an, partai ini menyatakan netralitasnya dan tidak memihak satupun. JCP mencapai puncak kekuatan elektoralnya pada sekitar tahun 1970-an.
JCP sukses mempertahankan sebagian posisinya ketika salah satu partai oposisi utama di Jepang, Japan Socialist Party (Partai Sosialis Jepang), berkurang suaranya menjadi 5,5 persen pada tahun 2005. Partai oposisi besar yang baru, Democratic Party of Japan (Partai Demokratik Jepang), hanya memiliki sedikit perbedaan dalam hal kebijakan yang dibuat dengan partai yang telah lama berkuasa, Liberal Democratic Party (LDP), sehingga tidak ada pilihan lagi bagi para pemilih sayap kiri selain memberikan suaranya ke JCP. JCP juga turut terbantu dengan adanya perbaikan sistem elektoral Jepang baru-baru ini. JCP memang tidak mampu merebut single-member dari daerah pemilihan manapun, tetapi berhasil mempertahankan posisinya dengan memenangkan sebagian anggotanya melalui sistem pemilihan proporsional.
Lam Peng Er, dalam Pacific Affairs pada tahun 1996, berpendapat bahwa kelangsungan hidup JCP sangat krusial bagi kesehatan demokrasi di Jepang. Hal ini ia katakan sebab lanjutnya, “JCP merupakan satu-satunya partai yang belum ter-coop oleh partai-partai konservatif. JCP selama ini melaksanakan peran sebagai anjing penjaga yang mengawasi partai-partai yang berkuasa tanpa rasa takut atau belas kasihan. Lebih penting lagi, JCP sering menawarkan satu-satunya calon oposisi dalam pemilihan gubernur daerah prefektur, pemilihan walikota, dan pemilihan lokal lainnya. Di samping ‘ke-pura-pura berbeda-an’ antara partai-partai non-komunis di tingkat nasional, mereka sering mendukung calon bersama untuk pemilihan gubernur ataupun walikota sehingga semua partai dijamin menjadi bagian dari koalisi yang berkuasa. Jika JCP tidak mengajukan calonnya, hampir bisa dipastikan akan ada suatu kemenangan mutlak dan para pemilih Jepang akan disodori suatu ketentuan yang harus mereka terima tanpa adanya suatu jalan elektoral yang memungkinkan para pemilih tadi untuk melakukan protes. Mempromosikan kandidat-kandidat wanita dalam pemilihan untuk memenangkan suara kaum wanita adalah karakteristik lain partai ini. Kaum wanita yang dipilih di bawah label komunis lebih banyak dibandingkan partai-partai politik lainnya di Jepang.”
Kebijakan-kebijakan JCP
Salah satu sasaran utama JCP adalah menghancurkan aliansi militer Jepang-AS dan melucuti semua pangkalan militer AS di Jepang. JCP ingin menjadikan Jepang sebagai negara yang netral dan tidak memihak kekuatan besar manapun. Hal ini sejalan dengan prinsip menentukan nasib sendiri dan kedaulatan nasional. Di Jepang sendiri ada sekitar 130 pangkalan militer AS dan fasilitas-fasilitas lain yang terkait. Okinawa merupakan pangkalan militer AS yang terbesar, tidak hanya di Jepang tetapi juga di Asia.
JCP juga berusaha keras untuk mengubah kebijakan ekonomi Jepang dari yang selama ini dipandang hanya untuk melayani kepentingan bank-bank dan perusahaan-perusahaan besar menjadi untuk mempertahankan kepentingan rakyat, dan membuat peraturan-peraturan yang demokratis untuk mengontrol kegiatan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan besar dan melindungi kehidupan dan hak mendasar dari seluruh rakyat.
JCP menentang pengembangan senjata nuklir dan blok-blok militer. JCP juga menolak usaha apapun yang dilakukan untuk merevisi Pasal 9 dalam Konstitusi Jepang yang menyatakan ”(Jepang) tidak akan pernah lagi… dikunjungi dengan kengerian-kengerian yang disebabkan oleh perang melalui tindakan pemerintah” dan mengumumkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.
Sehubungan dengan isu ekonomi internasional, JCP mendukung pendirian suatu tatanan ekonomi internasional demokratis yang baru yang didasari atas rasa saling menghormati terhadap kedaulatan ekonomi masing-masing negara. JCP memandang AS, perusahaan-perusahaan transnasional, dan modal keuangan internasional mendorong globalisasi, yang dengan serius mempengaruhi ekonomi global, mencakup permasalahan keuangan dan moneter, seperti halnya hubungan Utara-Selatan dan permasalahan lingkungan. JCP mendukung adanya peraturan demokratis yang dapat mengatur aktivitas perusahaan-perusahaan transnasional dan modal keuangan internasional pada suatu skala internasional.
JCP menuntut segera dilaksanakannya perubahan dalam politik luar negeri Jepang. Mengenai perdebatan terhadap resolusi, JCP berpendapat bahwa prioritas itu harus diberikan untuk perdamaian melalui jalur negosiasi, bukan melalui jalur militer. JCP menyatakan bahwa Jepang setia pada Piagam PBB. JCP juga tetap teguh dengan gagasan di mana Jepang sebagai negara Asia harus menghentikan fokus pada diplomasi yang berpusat pada hubungan dengan AS dan negara-negara G8 (negara-negara maju), dan meletakkan diplomasi terhadap negara-negara Asia sebagai prioritas dalam hal hubungan luar negeri. JCP mendukung Jepang untuk menetapkan kebijakan luar negeri independen yang sesuai dengan kepentingan rakyat Jepang dan menolak mengikuti kekuatan-kekuatan asing yang “kebal kritik”. JCP juga mendukung Jepang untuk menyatakan penyesalan dan permintaan maafnya atas segala tindakan yang dilakukan selama Perang Dunia II sebagai salah satu syarat untuk mengembangkan hubungan baik dengan negara-negara Asia lainnya, terutama yang pernah dijajah oleh Jepang.
Terhadap terorisme internasional, JCP berpendirian bahwa hanya dengan “melingkari” angkatan perang dari ancaman teror melalui solidaritas internasional yang kuat, dengan PBB sebagai pusatnya, dapat menghapuskan terorisme. JCP berpendapat bahwa dengan ikut serta terjun dalam kancah peperangan sebagai tanggapan terhadap terorisme hanya akan menghasilkan suatu pertentangan yang kemudian malah akan semakin menyuburkan bibit-bibit terorisme.
JCP dengan tegas menentang Kekaisaran, baik pada masa sebelum Perang Dunia maupun pada masa setelah Perang Dunia. Baru-baru ini, JCP menyatakan bahwa mereka tidak menentang Kaisar sebagai kepala negara jika ia tidak mempunyai kekuasaan dan hanya merupakan seorang figur.
JCP selama bertahun-tahun memiliki hubungan yang dekat dengan partai yang berkuasa di Korea Utara, yaitu Workers Party of Korea (Partai Pekerja Korea). Tetapi beberapa tahun belakangan ini, JCP mengutuk penculikan-penculikan yang dilakukan terhadap warga Jepang di Korea Utara dan mengklaim tidak lagi mempunyai hubungan apapun Korea Utara. Sejalan dengan gagasan mengenai penentuan nasib sendiri, bagaimanapun, JCP menentang perubahan rezim yang berkuasa di sana.
Organisasi yang Berafiliasi dengan JCP
Salah satu organisasi yang berafiliasi dengan JCP adalah Democratic Youth League of Japan. Democratic Youth League of Japan merupakan organisasi sayap (onderbouw) resmi JCP yang bergerak di bidang kepemudaan.
Penutup
Walaupun merupakan partai politik yang menganut ideologi komunis, JCP masih tetap eksis hingga saat ini, sekalipun berada di negeri dengan memiliki tradisi religi yang cukup mengakar meskipun bukan merupakan negara agamis. Runtuhnya Uni Soviet, sebagai “induk” komunisme tidak membuat partai ini bubar dengan sendirinya ataupun mengubah asas dan kebijakannya, seperti yang umumnya dilakukan oleh partai-partai komunis lainnya di dunia jika ingin tetap eksis. Kesetiaan para anggota dan konstituennya dan kebijakan-kebijakan yang dibuat partai ini menjadikannya tetap mendapatkan dukungan, walaupun dalam beberapa tahun ini terus mengalami kemerosotan. Walaupun begitu, JCP masih tetap berpeluang untuk terus berkembang menjadi kekuatan utama dalam kancah perpolitikan Jepang di masa-masa mendatang karena masyarakat Jepang sendiri sudah mulai tidak lagi mendukung sepenuhnya pemerintahan yang sedang berkuasa saat ini, yang notabene dipegang oleh LDP yang telah berkuasa selama puluhan tahun, akibat kebijakan-kebijakan kontroversialnya.
* Alumnus Program Studi Jepang FIB UI
KLIK DI SINI untuk mendownload file asli dari artikel ini.
1 Comment:
Saya ingin diskusi lebih lanjut dengan penulis artikel ini. Saya pernah mendengar tentang JCP dan ingin tahu lebih lanjut, terutama tentang sikap antimiliterisme-nya. Apa bisa mendapatkan imel pribadi penulis?
-vin-
vinchumie@yahoo.com
Post a Comment